CINTA Untuk Sidiaku, Terimakasih Cintaku..
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
CINTA Untuk Sidiaku, Terimakasih Cintaku..

Dear yang ada di hati, andai engkau tahu tulisan penaku, maka ingin sekali aku
berkata aku sayang kamu, please sayangi aku.
www.cinta.us.tc
 
IndeksIndeks  Portail*Portail*  ArtikelArtikel  Latest imagesLatest images  PencarianPencarian  Forum cintaForum cinta  SMANSAfriends!SMANSAfriends!  ChattingChatting  GreetingGreeting  PendaftaranPendaftaran  LoginLogin  

 

 SECRET ADMIRER3

Go down 
PengirimMessage
cinta

cinta


Jumlah posting : 41
Registration date : 15.08.07

SECRET ADMIRER3 Empty
PostSubyek: SECRET ADMIRER3   SECRET ADMIRER3 Icon_minitime5/9/2007, 18:55

DIAMBIL DARI : WISMACINTA.COM





Jika waktu memihakku…ingin sekali aku berkata jujur. Nggak

pernah terbayang aku bisa mengenalmu sedekat ini. Begini saja aku sudah

bersyukur. Walaupun aku tak pernah tahu kamu menganggap aku seperti

apa.

Aku makin bingung dengan maksud Tomy. Kenapa dia menyuruhku

membaca diary yang bukan miliknya. Lalu milik siapa diary ini? Saat aku

hendak menanyakan hal itu, Tomy kembali memberiku isyarat agar aku diam

dan meneruskan membaca. Kali ini langsung ke halaman 10.

Ada kumbang

lain yang menyukainya. Aku hanya bisa pasrah. Biar dia yang memilih,

karena aku tak bisa menentukan jalannya. Karena aku juga tak bisa

memberi kepastian. Karena rasa sakit ini tak ingin aku bagi dengannya.

Karena aku tak ingin kelopaknya menguncup sedih…

Ada banyak bagian

dari diary itu yang bertanda, dan Tomy menyuruhku membaca semua bagian

itu. Aku membaca perlahan, semuanya berisi tentang kekagumannya pada

seseorang. Mungkin dia sedang jatuh cinta. Sungguh sebuah diary yang

penuh dengan romantisme. Kurang dua bagian lagi yang harus aku baca,

namun Tomy mencegahku untuk membacanya.

“Tunggu, Nya. Aku pengen tau pendapat kamu soal diary ini. Tentang isinya…” Kata Tomy memintaku menjelaskan pemikiranku.

“Ehm,

menurutku sih, orang ini lagi jatuh cinta. Cinta yang begitu dalam.

Hanya saja dia tak berani mengatakan, karena dia punya alasan tertentu.

Selain itu, ada orang lain yang memiliki rasa yang sama dengannya, dan

dia merasa, orang itu lebih tepat sebagai pendamping orang yang

dicintainya itu.. bener nggak?” jelasku panjang lebar pada Tomy.

“Garis

besarnya sih kayak gitu. Tapi, kamu tahu nggak alasan yang membuat dia

takut mengutarakan perasaannya sama orang itu?” tanya Tomy lagi,

berusaha memancing pendapatku.



'BERSAMBUNG"





“Dia hanya menyebut rasa sakit, dan

tak ingin orang yang dicintainya itu tahu tentang ini. Apa itu berarti

dia punya semacam penyakit ganas yang mungkin bisa membahayakan

jiwanya?” kataku lagi setengah bertanya. Tomy mengangguk, tapi aku tak

yakin melihatnya. Ada sebulir air mata jatuh di pipinya. Tomy menangis?

Dia meraihku, dalam peluknya. Cukup lama Tomy menangis, sampai akhirnya

dia bicara.

“Ryan yang nulis ini, Nya. Buat kamu. Dia sudah lama

suka sama kamu. Dari awal dia datang kesini. Tapi dia gak bisa berbuat

banyak. Sebenernya dia yang kena kanker itu, bukan Dinda. Dia hanya tak

mau orang lain merasa kasihan padanya. Aku baru tahu kemarin, saat

mengantarnya. Selama ini aku memang sudah tahu dia menyukaimu, tapi

baru kemarin itu aku tahu dia sakit. Dan dia hanya menitipkan diary dan

tugas itu buatmu. Aku pikir dia sudah menceritakan hal ini sama kamu di

River Side kemarin, ternyata belum. Kamu terusin baca dua bagian

terakhir itu, Nya…” Jelas Tomy perlahan namun tegas. Tomy jarang bicara

setegas ini. Tapi aku sungguh masih tak percaya dengan apa yang aku

dengar. Dengan penuh rasa bingung aku membaca bagian bertanda itu.

Rasa

sakit ini semakin menyiksaku. Aku tahu waktuku tinggal sedikit lagi.

Tapi aku hanya ingin memastikan bungaku tetap mekar, dan kumbang itu

bisa menjaganya. Agar aku bisa tenang. Entah apa jadinya nanti, aku

merasa bungaku juga menyukaiku. Tapi aku terlalu takut… bungaku akan

kuncup lagi saat tahu apa yang sedang menungguku… yah, maut menungguku…



Pagi

ini aku berangkat, selangkah lebih dekat menuju maut. Sebenarnya sama

saja antara aku harus disana atau dimanapun. Tapi aku hanya ingin

meminta ijin Romo, Ibu dan Dinda. Biar saja bungaku tak pernah tahu.

Kalaupun dia tahu, hanya lewat tulisan ini. Tulisan terakhirku.

Bungaku, kamu harus terus mekar, melanjutkan mewarnai pagi dengan

senyummu… aku harap kumbang itu tetap setia menjagamu, walaupun kemarin

kau katakan kalau kau tak perlu dijaga. Tapi aku tak ingin

meninggalkanmu sendiri. Bunga… demi aku, jangan sedih. Aku tahu

perasaanmu padaku… terimakasih untuk membuatku lebih lama bertahan dan

menyelesaikan peranku… aku pergi.



Aku tak sanggup meneruskan

membaca. Air mataku terlalu mengganggu, hingga aku benar-benar tak bisa

membaca lagi. Aku tersungkur, Tomy meraihku. Aku lalu bertanya, apa dia

masih ada, apa aku masih bisa melihatnya, for the last time? Tomy

menggumam, sepertinya dia sendiri juga tak yakin. Tapi akhirnya dia

langsung menuju garasi depan, mengajakku masuk ke mobilnya, mengantarku

ke tempat Ryan dirawat. Tak ada kata yang keluar sepanjang perjalanan.

Tuhan, kenapa aku baru mengerti disaat-saat terakhir?? Ryan, selama ini

menahan sakit, demi cita-citanya, demi mimpi, dan demi cintanya. Aku…

ternyata aku yang dicintainya. Ternyata aku tak bertepuk sebelah

tangan. Seandainya aku tahu lebih cepat, aku pasti bisa

membahagiakannya, sampai akhir umurnya. Bukan seperti sekarang. saat

masing-masing merasa kesakitan dan hanya bisa menduga-duga. Tapi aku

tahu Ryan pasti lebih merasa sakit… Tuhan, for the last, aku

benar-benar ingin memberinya sebuah pelukan hangat. Ijinkan aku Ya

Allah…

Mobil Tomy sampai di pelataran parkir rumah sakit. Aku

bergegas turun, diikuti Tomy. Segera menuju bagian informasi, dan

akhirnya bisa sedikit lega saat tahu Ryan masih dirawat disitu. Berarti

aku masih bisa melihatnya. Akhirnya kami sampai di sebuah kamar, cukup

luas. Begitu hening, padahal ada tiga orang didalam. Pasti itu keluarga

Ryan, ibu, Romo dan Dinda. Ternyata Dinda seorang gadis kecil, mungkin

masih lima tahun. Ibunya sendiri tampak masih sangat muda. Penampilan

seperti putri solo, anggun dan ramah. Romo juga begitu, tampak

berwibawa dengan baju batiknya. Aku jadi malu melihat pakaianku yang

hanya seadanya, kaos oblong, dengan celana sport selutut. Mereka semua

memandang kami. Sepertinya Tomy sudah pernah bertemu mereka, ada

sesungging senyum di wajah ibu Ryan diantara mimiknya yang sangat sedih

dan letih. Tomy menyalami mereka. Aku juga, mencium tangan kedua

orangtua Ryan, juga Dinda. Lalu aku melihatnya. Sepasang mata hitam

itu. Rambut panjangnya sudah tak ada, Ryan gundul. Aku memandangnya,

berusaha menyembunyikan air mataku. Dia menatapku, tatapan yang sangat

hangat namun letih. Begitu banyak yang ingin aku katakan, tapi akhirnya

aku hanya bisa memeluknya. Seperti janjiku. Damai, begitu damai… hingga

perlahan akhirnya menjadi begitu dingin dan kaku…
flower
Kembali Ke Atas Go down
 
SECRET ADMIRER3
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» SECRET ADMIRER1
» SECRET ADMIRER2

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
CINTA Untuk Sidiaku, Terimakasih Cintaku.. :: Love Stories-
Navigasi: